Sabtu, 28 Maret 2009

SUMBERDAYA TANAH

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Pedosfer atau tanah adalah lapisan kulit bumi yang tipis terletak di bagian paling atas permukaan bumi. Tanah merupakan suatu gejala alam permukaan daratan yang membentuk suatu zone dan biasa disebut pedosfer, tersusun atas bahan lepas berupa pecahan dan lapukan batuan bercampur dengan bahan organik (Notohadiprawiro, 1993). Dokuchaiev (1870) dalam E-dukasi.net mengatakan bahwa tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi dan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan bahan yang ada di bawahnya sebagai hasil kerja interaksi antara iklim, kegiatan oganisme, bahan induk dan relief selama waktu tertentu.
Seperti definisi diatas tanah tercipta dari hasil interaksi antara iklim, kegiatan oganisme, bahan induk dan relief seiring dari berjalannya waktu. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa ada lima faktor pembentuk tanah yaitu iklim, organisme, bahan induk, relief (topografi) dan waktu. Iklim, organisme dan waktu adalah faktor pembentuk tanah yang aktif, sedangkan bahan induk dan relief merupakan penyedia bahan dan tempat dalam proses pembentukan tanah.
Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena diperlukan dalam setiap kegiatan manusia, seperti untuk pertanian, daerah industri, daerah pemukiman, jalan untuk transportasi, daerah rekreasi atau daerah-daerah yang dipelihara kondisi alamnya untuk tujuan ilmiah. Sitorus (2001) mendefinsikan sumberdaya lahan (land resources) sebagai lingkungan fisik terdiri dari iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Oleh karena itu sumberdaya lahan dapat dikatakan sebagai ekosistem karena adanya hubungan yang dinamis antara organisme yang ada di atas lahan tersebut dengan lingkungannya (Mather, 1986).
Dalam rangka memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia yang terus berkembang dan untuk memacu pertumbuhan ekonomi yang semakin tinggi, pengelolaan sumberdaya lahan seringkali kurang bijaksana dan tidak mempertimbangkan aspek keberlanjutannya (untuk jangka pendek) sehingga kelestariannya semakin terancam. Akibatnya, sumberdaya lahan yang berkualitas tinggi menjadi berkurang dan manusia semakin bergantung pada sumberdaya lahan yang bersifat marginal (kualitas lahan yang rendah). Hal ini berimplikasi pada semakin berkurangnya ketahanan pangan, tingkat dan intensitas pencemaran yang berat dan kerusakan lingkungan lainnya. Dengan demikian, secara keseluruhan aktifitas kehidupan cenderung menuju sistem pemanfaatan sumberdaya alam dengan kapasitas daya dukung yang menurun. Di lain pihak, 10 permintaan akan sumberdaya lahan terus meningkat akibat tekanan pertambahan penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita (Rustiadi, 2001).
Pengelolaan sumber daya tanah dipandang penting dan didasari oleh pertimbangan bahwa proses-proses pembangunan yang akan terjadi di Indonesia masih akan ditumpukan pada potensi sumber daya tanah. Oleh karenanya, sumber daya tanah dengan segala komponen yang ada di dalamnya termasuk air, biota, dan lainnya harus dikelola secara baik. Empat sub-agenda dirumuskan dalam hal – hal berikut ini : (1) penatagunaan sumberdaya tanah, (2) pengelolaan hutan, (3) pengembangan pertanian dan pedesaan, dan (4) pengelolaan sumberdaya air.
Empat hal penting perlu dicatat dalam hal ini. Pertama adalah pemikiran bahwa oleh karena krisis ekonomi yang berkepanjangan serta runtuhnya unit-unit industri yang mengadalkan bahan baku impor, proses-proses eksploitasi sumber daya tanah di Indonesia akan semakin meningkat. Keadaan ini perlu mendapat perhatian yang serius bagi mereka yang akan terlibat langsung dalam usaha-usaha pengelolaan lingkungan. Catatan kedua yang penting adalah bahwa berbagai upaya pengelolaan sumberdaya tanah harus dilakukan secara terpadu. Ini berarti bahwa pengelolaan empat aspek di atas (sumber daya tanah, hutan, pertanian, dan sumber daya air) tidaklah boleh dilakukan secara parsial oleh karena keterkaitan yang erat di antaranya.


1.2. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan informasi tentang sumberdaya tanah agar dapat mempelajari dan memahami materi sumberdaya tanah sehingga mengetahui faktor-faktor pembentukan tanah, perkembangan klasifikasi tanah di Indonesia dan penyebarannya di Indonesia serta jenis tanah utama untuk pertanian.






















BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Luas Wilayah Republik Indonesia
Republik Indonesia adalah salah satu negara di Asia Tenggara, yang terletak di garis khatulistiwa dan berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia, Posisi Indonesia terletak pada koordinat 6°08’LU - 11°15'LS dan dari 94°45'BB - 141°61'BT. Karena letaknya yang berada di antara dua benua, dan dua samudra, ia disebut juga sebagai Nusantara (Kepulauan Antara). Terdiri dari 17.508 pulau, Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 6000 di antaranya tidak berpenghuni, yang menyebar disekitar khatulistiwa, yang memberikan cuaca tropis.
Wilayah Indonesia terbentang sepanjang 3.977 mil di antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Luas daratan Indonesia adalah 2,02 juta km² dan luas perairannya 7,9 juta km² (termasuk ZEE). Pulau terpadat penduduknya adalah pulau Jawa, di mana setengah populasi Indonesia hidup. Indonesia terdiri dari 5 pulau besar, yaitu: Jawa dengan luas 132.107 km², Sumatra dengan luas 473.606 km², Kalimantan dengan luas 539.460 km², Sulawesi dengan luas 189.216 km², dan Papua dengan luas 421.981 km². Batas wilayah Indonesia searah penjuru mata angin, yaitu:
Utara : Negara Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut China Selatan
Selatan : Negara Australia, Timor Leste, dan Samudera Hindia
Barat : Samudera Hindia
Timur : Negara Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik

2.2. Faktor-faktor Pembentuk Tanah
Kebanyakan tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral (kuarsa, feldspar, mika, hornblende, kalsit, dan gipsum), meskipun ada yang berasal dari tumbuhan (gambut/peat; Histosol). Tanah adalah material yang tidak padat yang terletak di permukaan bumi, sebagai media untuk menumbuhkan tanaman (SSSA, Glossary of Soil Science Term). Jenny, H (1941) dalam buku Factors of Soil Formation : tanah terbentuk dari interaksi banyak faktor, dan yang terpenting adalah : bahan induk (parent material); iklim (climate), organisme (organism)’; topografi (Relief); waktu (time). Faktor-faktor tersebut dapat dirumuskan dengan rumus sebagai berikut:
T=f (i, o, b, t, w)
Keterangan :
T = tanah b = bahan induk
f = faktor t = topografi
i = iklim w = waktu
o = organisme

gambar. Faktor-faktor pembentuk tanah















Faktor-faktor pembentuk tanah tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
2.2.1. Iklim
Iklim adalah rata-rata cuaca dalam periode yang panjang. Sedangkan unsur-unsur iklim yang mempengaruhi proses pembentukan tanah terutama ada dua, yaitu suhu dan curah hujan.

a. Suhu/Temperatur
Suhu akan berpengaruh terhadap proses pelapukan bahan induk. Apabila suhu tinggi, maka proses pelapukan akan berlangsung cepat sehingga pembentukan tanah akan cepat pula.
b. Curah Hujan
Curah hujan merupakan parameter iklim terpenting untuk pertanian daerah tripika, baik dalam keadaan berlebih ataupun kekurangan. Dengan suhu yang dapat dikatakan nisbi seragam, sebaran curah hujan merupakan patokan utama yang digunakan untuk membuat penggolongan iklim tropika.
Curah hujan berkaitan erat dengan kelembaban tanah. Di dalam taksonomi tanah (USDA) dikenal empat pola kelengasan tanah yang ada di daerah tropika, termasuk Indonesia diantaranya : Udic, Ustic, Aridic dan Acuic.
Curah hujan akan berpengaruh terhadap kekuatan erosi dan pencucian tanah, sedangkan pencucian tanah yang cepat menyebabkan tanah menjadi asam (pH tanah menjadi rendah).
2.2.2. Relief
Relief adalah bentuk permukaan lahan yang ditentukan oleh perbedaan tinggi (m) dan kemiringan lereng (%).
Relief mempengaruhi proses pembentukan dan perkembangan tanah oleh sebab itu relief juga mempengaruhi difat tubuh tanah, hal itu disebabkan oleh :
a. Mempengaruhi jumlah air hujan yang meresap atau ditahan oleh masa tanah.
b. Mempengaruhi dalamnya air tanah
c. Mempengaruhi besarnya erosi
d. Mengarahkan gerakan air berikut bahan terangkut atau terlarut di dalamnya dari suatu tempat ke tempat lain.
Keadaan relief suatu daerah akan mempengaruhi:
a. Tebal atau tipisnya lapisan tanah
Daerah yang memiliki topografi miring dan berbukit lapisan tanahnya lebih tipis karena tererosi, sedangkan daerah yang datar lapisan tanahnya tebal karena terjadi sedimentasi.
b. Sistem drainase/pengaliran
Daerah yang drainasenya jelek seperti sering tergenang menyebabkan tanahnya menjadi asam
2.2.3. Bahan Induk
Bahan induk terdiri dari batuan vulkanik, batuan beku, batuan sedimen (endapan), dan batuan metamorf juga bahan organik. Batuan induk itu akan hancur menjadi bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah. Tanah yang terdapat di permukaan bumi sebagian memperlihatkan sifat (terutama sifat kimia) yang sama dengan bahan induknya. Bahan induknya masih terlihat misalnya tanah berstuktur pasir berasal dari bahan induk yang kandungan pasirnya tinggi. Susunan kimia dan mineral bahan induk akan mempengaruhi intensitas tingkat pelapukan dan vegetasi diatasnya. Bahan induk yang banyak mengandung unsur Ca akan membentuk tanah dengan kadar ion Ca yang banyak pula sehingga dapat menghindari pencucian asam silikat dan sebagian lagi dapat membentuk tanah yang berwarna kelabu. Sebaliknya bahan induk yang kurang kandungan kapurnya membentuk tanah yang warnanya lebih merah.
Menurut Jenny (1941) Bahan Induk adalah keadaan tanah pada waktu nol (time zero) dari proses pembentukan tanah. Jenis-jenis Bahan Induk: batuan beku, sedimen, metamorf dan vulkanik. Batuan Beku: Adalah bebatuan yang terbentuk dari proses pembekuan (solidifikasi) magma cair. Batuan Sedimen: Adalah bebatuan yang terbentuk dari proses pemadatan (konsolidasi) endapan-endapan partikel yang terbawa oleh angin atau air di permukaan bumi. Batuan Metamorf: Adalah batuan beku atau batuan sedimen yang telah mengalami perubahan bentuk (transformasi) akibat adanya pengaruh perubahan suhu dan tekanan yang sangat tinggi.
Batuan induk tersebut akan hancur menjadi bahan induk, kemudian akan mengalami pelapukan dan menjadi tanah.
Nagan organik merupakan sisa-sisa jaringan tumbuhan alami, pada berbagai tingkat pelapukan. Biasanya terbentuk di cekungan atau depresi alam, dengan drainase sangat terhambat dan sering kali tergenang air. Umumnya terdapat si daerah rendah (rawa), baik pasang surut atau rawa lebak, dan juga pada kubah gambut. Karena seluruhnya atau sebagian besar terdiri dari senyawa organik maka tanah seperti ini disebut tanah organik (peat soil).
Ada dua proses pelapukan tanah diantaranya sebagai berikut :
1.Proses Pelapukan Fisik
•Proses mekanik yang menyebabkan bebatuan masif pecah –hancur
terfragmentasi menjadi partikel-partikel kecil tanpa ada perubahan
kimiawi.
•Terjadi karena:
-> Perubahan suhu yang drastis (sgt dingin di Kutub
dan sangat panas di Padang Pasir)
-> Hantaman air hujan
-> Penetrasi Akar
-> Aktivitas Makhluk Hidup lainnya
2.Proses Pelapukan Kimia
•Proses Pelapukan yang diikuti terjadinya perubahan sifat kimiawi Meliputi:
1.Pelarutan (solubilitasi)
2.Hidrasi
3.Hidrolisis
4.Oksidasi
5. Reduksi
6. Karbonatasi
7. Asidifikasi (pengasaman)
Mempengaruhi Proses Pembentukan Tanah dengan empat cara :
1. Jumlah air hujan yg dpt meresap atau disimpan oleh massa tanah
2. Kedalaman air tanah
3. Besarnya erosi yang dapat terjadi
4. Arah pergerakan air yg membawa bhn-bhn terlarut dari tempat yang
tinggi ke tempat yang rendah.
Perbedaan Sifat-sifat Tanah yang hanya disebabkan oleh Satu Faktor Pembentuk Tanah dikenal sebagai:
1.Klimatosekuen: Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya pengaruh iklim
2.Biosekuen: Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya pengaruh organisme
3.Toposekuen: Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya oleh perbedaantopografi
4.Lithosekuen: Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya oleh perbedaan Jenis bahan induk
5.Khronosekuen: Perbedaan sifat tanah yang disebabkan hanya oleh perbedaan Faktor umur.

2.3. Penyebaran Tanah di Indonesia
2.3.1. Landform
Bentukan alam di permukaan bumi terdiri dari berbagai macam dengan keadaan dan ciri serta sifat yang berbeda-beda, tergantung dari proses pembentukan dan evolusinya. Bentukan-bentukan alam tersebut, yang selanjutnya dinamakan landform, sangat erat kaitannya dengan keadaan dan sifat-sifat geologi, litologi, iklim, jasad hidup/biosfer, dan relief/topografi, serta menentukan keadaan tanah di atasnya. Dalam kegiatan survei dan pemetaan sumber daya lahan / tanah peranan landform sangat besar, karena itu diperlukan pengenalan yang baik tentang landform ini serta klasifikasinya.
Landform adalah bentukan alam di permukaan bumi yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula. Misalnya teras sungai yang terbentuk karena proses sedimentasi oleh aktivitas sungai dan telah berkembang sampai saat ini (evolusi) merupakan suatu landform “landform teras sungai”. Atau lanform adalah bentuk permukaan bumi yang terbentuk atau mengalami perubahan akibat proses geomorfologi.
Tanah dapat terbentuk dari pelapukan batuan padat (in situ) atau merupakan deposit dari material/partikel yang terbawa oleh air, angin, glasier (es), atau gravitasi. Apabila material yang terbawa tersebut masuk ke lahan (land), maka disebut landform. Penamaan landform berdasar pada cara transport maupun bentuk akhir. Contoh : Alluvial berasal dari aliran air; morain berasal dari gerakan es dan membeku; dunes berasal dari gerakan angin thd pasir; colluvium berasal dari gravitasi. Di Indonesia bentukan lanform didominasi oleh lanform tektonik/sstruktural, volkan, aluvial, gambut, marin, kurst dan fluviomarin.
2.3.2. Perkembangan Klasifikasi Tanah di Indonesia
Klasifikasi tanah mula-mula di buat sangat sederhana tetapi dengan meningkatnya pengetahuan manusia tentang tanah maka klasifikasi tanah terus diperbaiki hingga menjadi lebih ilmiah dan teratur. Klasifikasi baik dibidang tanah ataupun di bidang lain mencerminkan sejauh mana pengetahuan manusia terhadap bidang tersebut.
Kegiatan penelitian tanah di Indonesia mulai meningkat semenjak berdirinya PPT (Pusat Penelitian Tanah) pada tahun 1905. Sistem klasifikasi tanah yang digunakan oleh Mohr (1910) berdasar atas prinsip genesa, dan tanah-tanah diberi nama atas dasar warna. Pada tahun 1916 Mohr mengemukakan klasifikasi tanah didasarkan atas bahan induk dan tipe pelapukan. Tata nama yang digunakan masih menggunakan warna sebagai dasar. Arrhenius (1928) membuat klasifikasi tanah –tanah tebu berdasar atas azas single value, yaitu berdasar atas satu sifat tanah.Tollenaar (1932) mengklasifikasikan tanah-tanah tembakau di Jawa Tengah berdasar atas kombinasi prinsip genesis dan single value. Druif (1936) menggunakan klasifikasi tanah untuk tanah-tanah di Sumatera Utara berdasar atas sifat-sifat petrografi dan mineralogi.
Uraian di atas menunjukkan bahwa klasifikasi tanah pada saat itu adalah sangat teknikal yaitu disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. Dalam hal ini tidak ada sistem tertentu yang dianut, melainkan setiap li menggunakan sistem sendiri sesuai dengan penggunaan dan keadaan tanah yang diteliti. Menurut Supraptohardjo (1961), sebelum tahun 1950 sistem klasifikasi tanah dengan multiple category belum dikembangkan di Indonesia. Walaupun demikian pada masa itu telah dikenal pula dua kategori dalam klasifikasi tanah Indonesia yaitu bodemtype dan grondsoort.Bodemtype ditentukan oleh bahan induk, pelapukan, dan keadaan bahan organik atau air. Sedangkan gronsoort adalah perbedaan bodemtype lebih lanjut atas dasar warna, umur, dan petrografi. Dasar klasifikasi tersebut tidak disertai dengan ciri-ciri pembeda yang didasarkan atas ciri-ciri profil sehingga penggolongan tanah tidak sistematik. Tata nama tidak sesuai dengan pengertian yang dianut di luar negeri dan cara-cara pencirian kurang tertib, sehingga menyulitkan korelasi dengan sistem klasifikasi tanah di luar indonesia
Penggunaan kedua kategori tersebut untuk survai tanah tidak jelas. Grondsoort digunakan sebagai satuan tanah berbagai peta yang skalanya berbeda misalnya untuk peta tanah Yogyakarta skala 1 : 100.000, peta tanah Sumatra Selatan skala 1 : 500.000, dan peta tanah Jawa Tengan bagian timur skala 1 : 250.000, tidak diketahui apakah Grondsoort masih dapat digunakan untuk peta yang lebih kecil.
Sejak tahun 1955 Pusat Penelitian Tanah Bogor menggunakan sistem klasifikasi tanah yang didasarkan pada sistem Amerika Serikat yang dikemukakan oleh Thorp dan Smith (1949) yang merupakan perbaikan dari sistem Baldwin Et al (1938). Sistem tersebut digunakan di indonesia dengan beberapa modifikasi yang kemuadian dikenal dengan sistem Dudal-Supraptoharjo (1957). Sistem tersebut dijelaskan lebih terperinci oleh Supraptoharjo (1961). Salah satu modifikasi yang di lakukan adalah tidak menggunakan pembagian kategori order kedalam zonal, intrazonal, dan azonal kaena tidak memungkinkan penggolongan berbagai tanah di indonesia. Walaupun demikian dalam sistem ini jga digunakan enam kategori yaitu golongan (order), kumpulan (sub order) jenis (great grup), macam (supgroup), rupa (famili) dan seri.
Dengan dikenalnya sistem klasifikasi tanah baru dari FAO/UNESCO 1974 dan Soil Taxonomy (USDA 1975) maka sistem Dudal-Supraptoharjo (1957) tersebut telah mengalami pebaikan pula terutama dalam tingkat jenis dan macam (PPT,1978,1982) perbaikan meliputi perubahan terhadap definisi serta penambahan jenis tanah maupun tanah baru.
Disamping sistem pusat penelitian tanah, pada saat ini indonesia banyak digunakan pula sistem FAO/UNESCO 1974 dan Soil Taxonomy (USDA 1975) untuk survei tanah diberbagai tempat.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) dalam kongres yang ke V dan ke VI di Medan 1989 dan di Serpong 1995 telah memutuskan untuk menggunakan sistem Taksonomi tanah (USDA) secara nasional di Indonesia. Sistem in dirancang untuk melakukan dan menginterpretasikan survei tanah. Walaupun sistem in hanya dipersiapkan untuk tanah - tanah di AS, namun sesungguhnya yang ikut terlibat dalam penyusunannya adalah banyak ahli tanah seluruh dunia (Smith : 1983). Dan sistem soil taxonomy (USDA) yang sampai saat ini sering digunakan baik oleh peneliti, perguruan tinggi, dll.
Dalam sistem Soil Taxonomy (USDA) terdapat 12 ordo tanah yaitu Alfisol, Andisol, Aridisol, Entisol, Gelisol, Histosol, Inceptisol, Mollisol, Oxisol, Spodosol, Ultisol, dan Vertisol.
Jenis tanah Ultisol dan Oxisol luasnya diperkirakan meliputi 48.000.000 ha terutama di pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Papua. Tanah-tanah di daerah rawa yang terdiri dar tanah Histosol dan tanah-tanah sulfat masam luasnya diperkirakan meliputi 27.000.000 ha yang tersebar di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Papua (Sarwono : 2003).
Berdasarkan sistem klasifikasi oleh Pusat Penelitian Tanah Bogor (PPT, Bogor) Jenis tanah yang terdapat di Indonesia bermacam-macam, yaitu sebagai berikut :
1. Organosol (Tanah Gambut atau Tanah Organik)
Jenis tanah ini berasal dari bahan induk organik seperti dari hutan rawa atau rumput rawa, dengan ciri dan sifat: tidak terjadi deferensiasi horizon secara jelas, ketebalan lebih dari 0.5 meter, warna coklat hingga kehitaman, tekstur debu lempung, tidak berstruktur, konsistensi tidak lekat-agak lekat, kandungan organik lebih dari 30% untuk tanah tekstur lempung dan lebih dari 20% untuk tanah tekstur pasir, umumnya bersifat sangat asam (pH 4.0), kandungan unsur hara rendah.
Berdasarkan penyebaran topografinya, tanah gambut dibedakan menjadi tiga yaitu:
a. gambut ombrogen: terletak di dataran pantai berawa, mempunyai ketebalan 0.5 – 16 meter, terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rumput rawa, hampir selalu tergenang air, bersifat sangat asam. Contoh penyebarannya di daerah dataran pantai Sumatra, Kalimantan dan Irian Jaya (Papua);
b. gambut topogen: terbentuk di daerah cekungan (depresi) antara rawa-rawa di daerah dataran rendah dengan di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan rawa, ketebalan 0.5 – 6 meter, bersifat agak asam, kandungan unsur hara relatif lebih tinggi. Contoh penyebarannya di Rawa Pening (Jawa Tengah), Rawa Lakbok (Ciamis, Jawa Barat), dan Segara Anakan (Cilacap, Jawa Tengah); dan
c. gambut pegunungan: terbentuk di daerah topografi pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan yang hidupnya di daerah sedang (vegetasi spagnum). Contoh penyebarannya di Dataran Tinggi Dieng.
Berdasarkan susunan kimianya tanah gambut dibedakan menjadi:
a. gambut eutrop, bersifat agak asam, kandungan O2 serta unsur haranya lebih tinggi;
b. gambut oligotrop, sangat asam, miskin O2 , miskin unsur hara, biasanya selalu tergenang air; dan
c. mesotrop, peralihan antara eutrop dan oligotrof.
2. Grumusol
Tanah mineral yang mempunyai perkembangan profil, agak tebal, tekstur lempung berat, struktur kersai (granular) di lapisan atas dan gumpal hingga pejal di lapisan bawah, konsistensi bila basah sangat lekat dan plastis, bila kering sangat keras dan tanah retak-retak, umumnya bersifat alkalis, kejenuhan basa, dan kapasitas absorpsi tinggi, permeabilitas lambat dan peka erosi. Jenis ini berasal dari batu kapur, mergel, batuan lempung atau tuf vulkanik bersifat basa.
Penyebarannya di daerah iklim sub humid atau sub arid, curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun.
3. Podsolik Merah Kuning
Tanah mineral telah berkembang, solum (kedalaman) dalam, tekstur lempung hingga berpasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, bersifat agak asam (pH kurang dari 5.5), kesuburan rendah hingga sedang, warna merah hingga kuning, kejenuhan basa rendah, peka erosi. Tanah ini berasal dari batuan pasir kuarsa, tuf vulkanik, bersifat asam. Tersebar di daerah beriklim basah tanpa bulan kering, curah hujan lebih dari 2500 mm/tahun.
4. Litosol
Tanah mineral tanpa atau sedikit perkembangan profil, batuan induknya batuan beku atau batuan sedimen keras, kedalaman tanah dangkal (< 30 cm) bahkan kadang-kadang merupakan singkapan batuan induk (outerop). Tekstur tanah beranekaragam, dan pada umumnya berpasir, umumnya tidak berstruktur, terdapat kandungan batu, kerikil dan kesuburannya bervariasi.
Tanah litosol dapat dijumpai pada segala iklim, umumnya di topografi berbukit, pegunungan, lereng miring sampai curam.
5. Podsol
Jenis tanah ini telah mengalami perkembangan profil, susunan horizon terdiri dari horizon albic (A2) dan spodic (B2H) yang jelas, tekstur lempung hingga pasir, struktur gumpal, konsistensi lekat, kandungan pasir kuarsanya tinggi, sangat masam, kesuburan rendah, kapasitas pertukaran kation sangat rendah, peka terhadap erosi, batuan induk batuan pasir dengan kandungan kuarsanya tinggi, batuan lempung dan tuf vulkan masam.
Penyebaran di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun tanpa bulan kering, topografi pegunungan. Daerahnya Kalimantan Tengah, Sumatra Utara dan Irian Jaya (Papua).
6. Andosol
Jenis tanah mineral yang telah mengalami perkembangan profil, solum agak tebal, warna agak coklat kekelabuan hingga hitam, kandungan organik tinggi, tekstur geluh berdebu, struktur remah, konsistensi gembur dan bersifat licin berminyak (smeary), kadang-kadang berpadas lunak, agak asam, kejenuhan basa tinggi dan daya absorpsi sedang, kelembaban tinggi, permeabilitas sedang dan peka terhadap erosi. Tanah ini berasal dari batuan induk abu atau tuf vulkanik.
7. Aluvial
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami perkembangan, berasal dari bahan induk aluvium, tekstur beraneka ragam, belum terbentuk struktur , konsistensi dalam keadaan basah lekat, pH bermacam-macam, kesuburan sedang hingga tinggi.
Penyebarannya di daerah dataran aluvial sungai, dataran aluvial pantai dan daerah cekungan (depresi).
8. Latosol
Jenis tanah ini telah berkembang atau terjadi diferensiasi horizon, kedalaman dalam, tekstur lempung, struktur remah hingga gumpal, konsistensi gembur hingga agak teguh, warna coklat merah hingga kuning. Penyebarannya di daerah beriklim basah, curah hujan lebih dari 300 – 1000 meter, batuan induk dari tuf, material vulkanik, breksi batuan beku intrusi.
9. Regosol
Jenis tanah ini masih muda, belum mengalami diferensiasi horizon, tekstur pasir, struktur berbukit tunggal, konsistensi lepas-lepas, pH umumnya netral, kesuburan sedang, berasal dari bahan induk material vulkanik piroklastis atau pasir pantai.
Penyebarannya di daerah lereng vulkanik muda dan di daerah beting pantai dan gumuk-gumuk pasir pantai.
10. Mediteran merah-Kuning
Tanah mempunyai perkembangan profil, solum sedang hingga dangkal, warna coklat hingga merah, mempunyai horizon B argilik, tekstur geluh hingga lempung, struktur gumpal bersudut, konsistensi teguh dan lekat bila basah, pH netral hingga agak basa, kejenuhan basa tinggi, daya absorpsi sedang, permeabilitas sedang dan peka erosi, berasal dari batuan kapur keras (limestone) dan tuf vulkanis bersifat basa. Penyebaran di daerah beriklim sub humid, bulan kering nyata. Curah hujan kurang dari 2500 mm/tahun, di daerah pegunungan lipatan, topografi Karst dan lereng vulkan ketinggian di bawah 400 m. Khusus tanah mediteran merah – kuning di daerah topografi Karst disebut terra rossa.
11. Hodmorf Kelabu (gleisol)
Jenis tanah ini perkembangannya lebih dipengaruhi oleh faktor lokal, yaitu topografi merupakan dataran rendah atau cekungan, hampir selalu tergenang air, solum tanah sedang, warna kelabu hingga kekuningan, tekstur geluh hingga lempung, struktur berlumpur hingga masif, konsistensi lekat, bersifat asam (pH 4.5 – 6.0), kandungan bahan organik. Ciri khas tanah ini adanya lapisan glei kontinu yang berwarna kelabu pucat pada kedalaman kurang dari 0.5 meter akibat dari profil tanah selalu jenuh air.
Penyebaran di daerah beriklim humid hingga sub humid, curah hujan lebih dari 2000 mm/tahun.


12. Tanah sawah (paddy soil)
Tanah sawah ini diartikan tanah yang karena sudah lama (ratusan tahun) dipersawahkan memperlihatkan perkembangan profil khas, yang menyimpang dari tanah aslinya. Penyimpangan antara lain berupa terbentuknya lapisan bajak yang hampir kedap air disebut padas olah, sedalam 10 – 15 cm dari muka tanah dan setebal 2 – 5 cm. Di bawah lapisan bajak tersebut umumnya terdapat lapisan mangan dan besi, tebalnya bervariasi antara lain tergantung dari permeabilitas tanah. Lapisan tersebut dapat merupakan lapisan padas yang tak tembus perakaran, terutama bagi tanaman semusim. Lapisan bajak tersebut nampak jelas pada tanah latosol, mediteran dan regosol, samara-samar pada tanah aluvial dan grumosol.
Jenis-jenis tanah diatas ditulis dengan penamaan oleh PPT bogor, untuk melihat padanan nama dengan sistem lain dapat dilihat pada tabel 1.


Sistem Dudol-Soepraptohardjo (1957-1961) Modifikasi 1978/1982
(PPT) FAO/UENESCO
(1974) USDA Soil Taxonomy
(1975 – 1990)
1. Tanah Aluvial

2. Andosol

3. BrownForest Soil

4. Grumusol

5. Latosol



6. Litosol

7. Mediteran

8. Organosol

9. Podsol

10. Podsolik Merah Kuning

11. Podsolik Coklat

12. Podsolik Coklat kelabu

13. Regosol

14. Renzina
15. - Tanah aluvial

Andosol

Kambisol

Grumusol

- Kambisol
- Latosol
- Lateritik

Litosol

Mediteran

Organosol

Podsol

Podsolik


Kambisol

Podsolik


Regosol

Renzina

Ranker
Fluvisol

Andosol

Cambisol

Vertisol

- Cambisol
- Nitosol
- Ferralsol

Litosol

Luvisol

Histosol

Podsol

Acrisol


Cambisol

Acrisol


Regosol

Renzina

Ranker - Entisol
- Inceptisol
Andisol

Inceptisol

Vertisol

- Inceptisol
- Ultisol
- Oxisol

Entisol (lithic Subgrup)
Alfisol/inceptisol

Histosol

Spodosol

Ultisol


Inceptisol

Ultisol


Entisol/Inceptisol

Rendoll

-


Tabel 1. Padanan Nama Tanah menurut Berbagai Sistem Klasifikasi Tanah (disederhanakan)





2.3.3.Tanah-Tanah Pertanian Utama dan Sifat-Sifatnya
Jenis tanah-tanah yang disunakan untuk usaha pertanian antara lain Inceptisol, Entisol, Vertisol, Andisol, Alfisol, Mollisol, Oxisol, Histosol, dan Spodosol. Sebagian dari tanah-tanah diatas akan diuraikan sebagai berikut :
a. Inceptisols
Dari enam subordo dari kelompok inceptisol, yang termasuk tanah-tanah pertanian utama adalah Aquepts, yaitu inceptisol basah dengan drainase terhambatdan air tanah dekat permukaan. Selain itu juga ada Udepts (regim kelembaban udic), Ustepts (regim kelembaban ustic).
Dari data yang didapat, sebagian besar inceptisol adalah kelas butir berliat dengan kandungan liat cukup tinggi, reaksi tanah masam sampai agak masam (4,6-5,5).
Penggunaan tanah :
Aquepts merupakan tanah pertanian utama, yang digunakan terutama untuk pertanian pangan lahan basah, khususnya sawah tadah hujan dan sawah irigasi, sebagian sawah pasang surut dan area pertambakan. Tanaman utama padi sawah san tanaman semusim (jagung, kacang tanah, dll). Udepts banyak digunakan untuk lahan pekarangan, tegalan dan kebun campuran. Ustepts digunakan untuk sawah tadah hujan dan irigasi, pertanian pangan lahan kering, dll.
b. Entisols
Dari lima subordo dalam kelompok entisol, tanah pertanian utamanya adalah Aquents (selalu jenuh air dan drainase terhambat); fluvents (terbentuk dari endapan di dataran banjir sungai); psamments (bertekstur pasir atau pasir berlempeng); orthents (berpenampung dangkal dan berbatu di lereng yang curam).
Aquents, kandungan bahan organiknya sedang sampai tinggi di seluruh lapisan, reaksi tanahnya masam sampai agak masam. Fluvents dan orthents reaksi tanahnya cenderung masam sampai agak masam. Psamments, kandungan liatnya tinggi, reaksi tanahnya sangat masam sampai masam, dan kandungan bahan organiknya sangat rendah sampai rendah.
Penggunaan tanah :
Aquents biasanya di gunakan untuk persawahan. Fluvents digunakan untuk sawah pengairan dan tadah hujan selain itu juga untuk tegalan dan pertanian pangan lahan kering. Psamments untuk tegalan, kebun campuran, dan lahan pertanian kering. Orthents digunakan sebagai ladang berpindah, daerah pengembalaan ternak, ditanami kayu-kayuan, sebagian lagi untuk hutan pinus, semak dan hutan sekunder.
c. Vertisols
Dari enam subordo dalam kelompok vertisol, tanah pertanian utamanya adalah Aquerts (basah dan drainase terhambat), uderts ( terdapat di lahan kering regim kelembaban udic), dan usters (regim kelembaban ustic).
Vertisol merupakan tanah yang kandungan liatnya tinggi, reaksi tanah berkisar antara agak masam sampai agak alkalis. KBnya dasi tinggi sampai sangat tinggi. Kandungan bahan organiknya dari rendah sampai sedang.
Ketiga jenis tanah dari subordo vertisol dimanfaatkan untuk sawah pengairan dan tadah hujan, kebun campuran, perkebunan tebu, tembakau, kapas dan tanaman holtikultura buah-buahan.
d. Andisols
Dari tujuh subordo dalam kelompok Andisol yang termasuk tanah ertanian utama adalah : udands (berdrainase baik); aquands (basah); ustands (di wilayah kering, regim kelembaban ustic); vitrands (bertekstur kasar, kandugan gelas volkan tinggi).
Andisol memiliki tekstur dari berliat sampai berlempung kasar; reaksi tanah umumnya agak masam; kandungan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi, lapisan bawah rendah.
Udands, vitrands umumnya untuk pertanian pangan lahan kering, tanaman holtikultura sayuran dataran tinggi dan bunga serta tanaman perkebunan. Aquands secara khusus dimanfaatkan untuk persawahan dan tanaman sayuran.


e. Alfisols
Dari lima subordo dalam kelompok Alfisol yang termasuk tanah ertanian utama adalah Udalfs (di wilayah agak basah dan agak kering, regim kelembaban udic) dan Ustalfs (di wilayah agak kering sampai kering dengan regim kelembaban ustic).
Alfisol merupakan tanah liat dengna kandungan liat tinggi; reaksi tanah berkisar dari agak masam sampai netral. Kandungan bahan organik pada lapisan atas sedang sampai tinggidan lapisan bawah sangat rendah sampai rendah.
Udalfs merupakan tanah pertanian penting di wilayah agak basah dan agak kering. Sedangkan Ustalfs mendominasi tanah pertanian utama di wilayah agak kering dan kering.
Pemanfaatan yang paling umum adalah untuk sawah tadah hujan dan pengairan sederhana. Sebagian lagi untuk tegalan, kebun campuran, dan pertanian pangan lahan kering. Sebagian wilayah Udalfs dimanfaatkan untuk perkebunan tebu, tembakau dan cengkeh.

f. Mollisols
Dari tujuh subordo dalam kelompok Mollisol yang termasuk tanah ertanian utama adalah Udolls (regim kelembaban udic), ustolls (regim kelembaban ustic), aquolls (drainase terhambat) dan rendolls (terbentuk dari batu gamping).
Mollisols termasuk tanah berlempung halus sampai berliat, dengan kandungan liat sedang; reaksi tanah dari agak masam sampai netral; kandugan bahan organik lapisan atas sedang sampai tinggi dan lapisan bawahnya berangsur menurun.
Udolls dan Ustolls umumnya untuk sawah tadah hujan. Aquolls secara spesifik digunakan untuk sawah pengairan dan tadah hujan. Rendolls yang terdapat di daerah karst dimanfaatkan untuk kebun campuran atau pertanian lahan kering.


BAB III
KESIMPULAN

Tanah adalah suatu benda fisis yang berdimensi tiga terdiri dari panjang, lebar, dan dalam yang merupakan bagian paling atas dari kulit bumi dan mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan bahan yang ada di bawahnya sebagai hasil kerja interaksi antara iklim, kegiatan oganisme, bahan induk dan relief selama waktu tertentu.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa ada lima faktor pembentuk tanah yaitu iklim, organisme, bahan induk, relief (topografi) dan waktu. Iklim, organisme dan waktu adalah faktor pembentuk tanah yang aktif, sedangkan bahan induk dan relief merupakan penyedia bahan dan tempat dalam proses pembentukan tanah.
Jenis tanah yang terdapat di Indonesia menurut PPT Bogor ada bermacam-macam, antara lain: tanah organik (organosol), Aluvial, regosol, litosol, latosol, grumusol, podsolik merah kuning, podsol, andosol, Mediteran merah-Kuning, Hodmorf Kelabu (gleisol), dan Tanah sawah (paddy soil).
Landform adalah bentukan alam di permukaan bumi yang terjadi karena proses pembentukan tertentu dan melalui serangkaian evolusi tertentu pula.
Kegiatan penelitian tanah di Indonesia mulai meningkat semenjak berdirinya PPT (Pusat Penelitian Tanah) pada tahun 1905. klasifikasi tanah di Indonesia terus berkembang sampai dengan diadakannya kongres HITI ke V di Medan (1989) ditetapkan bahwa klasifikasi yang digunakan secara nasional di Indonesia adalah sistem soil taxonomy (USDA).
Jenis tanah yang utama digunakan untuk pertanian diantaranya Inceptisol, Entisol, Vertisol, Andisol, Alfisol, Mollisol, Oxisol, Histosol, dan Spodosol.






DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia indonesia. Republik Indonesia. http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia (diakses pada tanggal 4 September 2008).

La An. 6 Juli 2007. Tanah dan Lahan. FOKUSHIMITI, Ilmu Tanah.

Eirlangga. 25 April 2008. Faktor Pembentuk Tanah. http://elank37.wordpress.com/2008/04/25/faktor-pembentuk-tanah/ (diakses pada tanggal 5 September 2008).

Pustekkom. 2005. Jenis-jenis Tanah di Indonesia. http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid=98&fname=geo107_25.htm (diakses pada tanggal 5 September 2008).

Sarwono Hardjowigeno, Dr.Ir.M.Sc. 2003. Ilmu Tanah (Edisi Revisi). Jakarta : Akademika Pressindo.

Dinas Pertanian Jawa Barat. 2006. Jenis Tanah di Jawa Barat. http://www.diperta.jabarprov.go.id/index.php?mod=manageMenu&idMenuKiri=439&idMenu=443 (diakses pada tanggal 7 September 2008).

Salim, Hidayat dan Mariam, Siti. 2007. Modul Pengelolaan Tanah dan Air. Fakultas Pertanian-Unpad.

2 komentar: